Rabu, 03 Juni 2015

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Di dalam Undang-undang (UU) No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum yang diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang zaman.
Kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.
Seluruh ketentuan yang berkaitan dengan Kurikulum 2013 mata pelajaran Matematika, secara utuh bersama mata pelajaran lainnya, sudah dimuat dalam semua ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 yang merupakan Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan tersebut berkaitan dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum, Silabus, Buku Teks Siswa dan Buku Pedoman Guru, serta Pedoman Implementasi Kurikulum. Dengan kata lain tentang apa, mengapa, dan bagaimana mata pelajaran Matematika secara imperatif berkedudukan dan berfungsi dalam konteks sistem pendidikan dan kurikulum secara nasional sudah didukung dengan regulasi yang sangat lengkap.
Pengembangan kurikulum 2013 bersifat sistemik, fleksibel, dan kontekstual. Dalam arti bahwa: pertama, kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan akan saling tergantung dan saling mempengaruhi terhadap komponen yang lainnya; kedua, kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan dapat berubah dan/atau dirubah secara mudah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan; dan ketiga, kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan harus dapat menjadi instrumen penghubung antara konsep dan kenyataan. Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan memiliki keterkaitan yang signifikan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan yang terdiri atas indikator input, proses, dan outcomes. Rangkaian logis hubungan antara kurikulum dan pencapaian mutu pendidikan adalah: (1) adanya input yang memiliki kesiapan mental untuk mempelajari berbagai kompetensi yang terdapat dalam kurikulum; (2) adanya proses pembelajaran yang didukung dengan kurikulum, guru, buku pelajaran, dan peran orang tua; dan (3) adanya outcomes yang berkualitas dan memenuhi standar sebagai produk dari rangkaian proses sebelumnya.
Pedoman Mata Pelajaran Matematika untuk SMP/MTs ini diharapkan dapat menjadi acuan atau referensi bagi para pendidik dalam merencanakan, mengembangkan, dan melaksanakan proses pembelajaran berbasis proses keilmuan (scientific approach) serta penilaian otentik (authentic assessment) pada mata pelajaran Matematika serta pentingnya perubahan cara pandang (mindset) para guru MatematikaSMP/MTs dalam pembelajaran Matematika SMP/MTs Kurikulum 2013.

B.    Tujuan

Tujuan dari pedoman mata pelajaran matematika untuk SMP/MTs adalah sebagai berikut.
1.     pengembangan, perumusan, penyusunan, dan implementasi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), bahan ajar dan lembar kerja (LK) secara lebih inovatif, kreatif, efektif, efisien dan kontekstual sesuai dengan kondisi, kebutuhan, kapasitas, karakteristik, dan sosial budaya daerah, sekolah/satuan pendidikan dan peserta didik
2.     pengembangan, perumusan, penyusunan, dan implementasi penilaian otentik yang lebih sahih/valid, objektif, adil, terbuka, sistematis, akuntabel dan handal sesuai dengan kondisi, kebutuhan, kapasitas, karakteristik, dan sosial budaya daerah, sekolah/satuan pendidikan dan peserta didik
3.     pengembangan, perumusan, penyusunan, dan penggunaan sumber belajar (bahan ajar, lembar kerja, media, alat bantu belajar lainnya) yang lebih inovatif, kreatif, efektif, efisien dan kontekstual sesuai dengan kondisi, kebutuhan, kapasitas, karakteristik, dan sosial budaya daerah, sekolah/satuan pendidikan dan peserta didik

C.    Ruang Lingkup Pedoman

Buku Pedoman Matematika untuk SMP/MTs ini secara garis besar terdiri atas sembilan bab yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Karakteristik Mata Pelajaran Matematika, Bab III Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs, Bab IV Desain Pembelajaran Matematika SMP/MTs, Bab V Model Pembelajaran Matematika SMP/MTs, Bab VI Penilaian Pembelajaran Matematika SMP/MTs , Bab VII Media dan Sumber BelajarMatematika SMP/MTs, Bab VIII Guru sebagai Pengembang Budaya Sekolah, Bab IX Penutup.
Secara lebih terinci, ruang lingkup Buku Pedoman Matematika sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang mengapa ada buku pedoman ini, mengapa pedoman ini diperlukan, operasional antara dokumen kurikulum, buku teks pelajaran/siswa dan buku guru, penekanan pada perubahan kurikulum 2013 sehingga perlu perubahan mindset dan praktikal dalam pola mengajar. Dalam Bab I juga menguraikan tentang tujuan buku pedoman, ruang lingkup buku pedoman, dan sasaran pengguna buku pedoman ini.
Bab II Karakteristik Mata Pelajaran Matematika, menguraikan rasional mengapa mata pelajaran Matematika  ada dan penting serta relevansinya dengan konteks sekarang. Di dalam bab ini juga memuat rasional, tujuan, dan ruang lingkup mata pelajaran Matematika.
Bab III Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs, menguraikan tentang alur pengembangan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).
Bab IV Desain Pembelajaran Matematika SMP/MTs, menguraikan tentang kerangka pembelajaran, pendekatan pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran serta rancangan pembelajaran aspek pengetahuan, keterampilan, dan menumbuhkan aspek sikap serta kaitan antara KD pada KI  3 dan 4 dengan KD pada KI 1 dan 2. Materi pokok yang ada di KI 3 dan praktik di KI 4 (pembelajaran langsung), pembentukan sikap dan penanaman nilai ada di KI 1 dan 2 (pembelajaran tidak langsung). Dalam bab ini juga menguraikan tentang pendekatan pembelajaran melalui alur proses lima tahap pembelajaran.
Bab VModel Pembelajaran Matematika SMP/MTs, menguraikan tentang macam-macam model pembelajaran (karakteristik masing-masing model pembelajaran). Bab ini juga menguraikan tentang pemilihan model dan keterkaitan materi dan model pembelajaran.
Bab  VI Penilaian Pembelajaran Matematika SMP/MTs, menguraikan tentang strategi dasar penilaian Matematika, teknik dan bentuk penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan dan pelaksanakan penilaian serta  pelaporan hasil belajar.
Bab VII Media dan Sumber Belajar Matematika SMP/MTs, menguraikan tentang Media belajar Matematika sebagai praktek, alat atau saluran yang digunakan serta sumber belajar Matematika 
Bab VIII Guru Sebagai Pengembang Budaya sekolah, menguraikan tentang budaya sekolah sebagai aktivitas belajar, peran guru mengembangkan sekolah sebagai aktivitas belajar, menampilkan figur atau sosok guru sebagai multi fungsi dan keteladanan. Selain  itu juga menguraikan tentang guru melakukan kerjasama antara guru sesama mata pelajaran, dengan guru mata pelajaran lain, guru dengan siswa, guru dengan orang tua dan guru dengan masyarakat.
Bab IX Penutup

D.    Sasaran

Pedoman pengembangan dan implementasi kurikulum mata pelajaran matematika pada jenjang pendidikan SMP/MTs diperuntukkan bagi pendidik, kepala sekolah/satuan pendidikan, pengawas, dinas pendidikan, orang tua/wali peserta didik, dan tenaga kependidikan lainnya dalam rangka mendukung penyelenggaraan program pendidikan dan secara khusus dalam menyusun perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dan sistem penilaian kelas yang efektif, efisien, dan berkualitas sesuai dengan standar nasional pendidikan.


 
BAB I

PENDAHULUAN


Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, teori fuzzy, teori peluang, dan matematika diskrit. Karena itu, untuk menguasai dan memanfaatkan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
1
 
Menyadari pentingnya penguasaan matematika, maka dalam Undang-Undang RI No. 20 Th. 2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional)  Pasal 37 ditegaskan bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.  Soedjadi (2000:8) menyatakan bahwa wujud dari mata pelajaran matematika di pendidikan dasar dan menengah adalah matematika sekolah. Matematika sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan pendidikan dan kepentingan untuk menguasai dan memanfaatkan teknologi di masa depan. Karena itu, mata pelajaran matematika yang diberikan di pendidikan dasar dan menengah juga dimaksudkan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kemampuan tersebut, merupakan kompetensi yang diperlukan oleh siswa agar dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Namun demikian, seiring dengan perkembangan psikologi kognitif, maka berkembang pula cara guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif. Saat ini, guru dalam mengevaluasi pencapaian hasil belajar hanya memberikan penekanan pada tujuan kognitif tanpa memperhatikan dimensi proses kognitif, dengan kata lain guru hanya menekankan hasil akhir pembelajaran tanpa menekankan proses penanaman dan pemahaman konsepnya, akibatnya siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah.
Salah satu materi matematika sekolah khususnya sekolah menengah adalah persamaan linear satu variabel atau disingkat dengan PLSV. Persamaan linear satu variabel (PLSV) adalah kalimat terbuka yang dihubungkan oleh tanda “sama dengan” (=) dan hanya mempunyai satu variabel berpangkat satu. Bentuk umum persamaan linear satu variabel adalah ax + b = 0 dengan a ≠ 0 (Nuharrini, 2008:106).

Materi PLSV ini adalah bagian dari materi aljabar yang merupakan topik penting dalam matematika dan banyak digunakan dalam disiplin ilmu lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu  materi ini juga merupakan materi esensial dalam mempelajari matematika yang lebih tinggi  misalnya sistem persamaan linear, persamaan kuadrat, aljabar linear, program linear, dan kalkulus. Oleh karena itu  siswa hendaknya mengetahui secara mendalam tentang konsep dasar persamaan linear satu variabel, sebab dengan memahami konsep dasar persamaan linear satu variabel akan  memudahkan siswa dalam mempelajari konsep aljabar secara keseluruhan.

Sehubungan dengan hal di atas penulis berpandangan bahwa dalam pembelajaran  matematika dengan karakteristiknya yang abstrak, penyajian konsep yang benar dan akurat harus tetap dijaga. Karena meskipun penyajian suatu bahan ajar dilakukan  dengan metode dan pendekatan yang baik tetapi konsep bahan ajar itu disajikan dengan kurang akurat atau bahkan kurang benar, akan menghasilkan interpretasi siswa yang tidak benar terhadap konsep itu, misalnya dalam menyelesaikan soal persamaan  x + 3 = 5, masih ada guru ketika mengajarkan materi ini memberikan instruksi bahwa untuk menentukan nilai x dari persamaan tersebut dengan cara memindahkan 3 di ruas kiri ke ruas kanan dengan mengubah tandanya dari positif menjadi negatif sehingga penyelesaiannya menjadi x = 5 - 3 = 2. Ini adalah kesalahan besar bagi seorang guru matematika, karena dalam matematika tidak pernah ditemukan konsep  “pindah ruas”. Bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi ketika menerima penjelasan dari guru matematika seperti ini, bisa jadi hal tersebut tidak masalah tetapi bagi siswa yang kemampuannya menengah ke bawah ini merupakan masalah. Kenyataannya ketika penulis memberikan soal persamaan linear ke siswa misalnya 2x – 3 = 5, maka jawabannya menjadi bervariasi seperti berikut ini.
  • 2x – 3 = 5
 2x = 5 – 3 = 2
               x =  (kata siswa lupa di ubah tandanya)
  • 2x – 3 = 5
2x = 5 – 3 = 2
               x =  (kata siswa lupa di ubah tandanya dan 2 nya pindah ke ruas
                                       kanan jadi berubah tandanya)
  • 2x – 3 = 5
2x = 5 + 3 = 8
x =  (kata siswa 2 nya pindah ke ruas kanan jadi tandanya berubah)
  • 2x – 3 = 5
2x = 5 + 3 = 8
x =  
  • 2x – 3 = 5 malah dijawab dengan -1x (siswa mengurangkan 2 dengan 3
                                                              kemudian ditambahkan simbol x)

Fakta-fakta dari variasi jawaban siswa dalam menyelesaikan persamaan linear satu variabel di atas menunjukkan rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang ada dalam materi itu, seperti konsep nilai tempat, konsep operasi bilangan. Rendahnya  pemahaman siswa dalam menyelesaikan persamaan linear satu variabel diduga  disebabkan oleh hal-hal  berikut.
1.      Pemahaman konsep yang keliru yakni tentang  instruksi “pindah ruas”
2.      Siswa tidak memahami soal yang menggunakan variabel
3.      Pola pembelajaran matematika terkesan tidak kooperatif.
Siswa merasa bahwa pembelajaran lebih terpusat pada  guru, monoton, dan kurang mengaktifkan siswa.
4.      Siswa kurang berani bertanya dan kurang percaya diri mengungkapkan permasalahannya.
5.      Siswa tidak  menangkap konsep dengan benar (misconception).
Siswa belum sampai keproses abstraksi dan masih dalam dunia konkret. Siswa  hanya paham contoh-contoh tetapi tidak dapat mendeskripsikannya, bahkan ada siswa yang belum bisa memberikan contoh yang bukan persamaan linear satu variabel. Ini terlihat ketika penulis memberikan contoh-contoh persamaan linear satu variabel, kemudian menunjuk siswa untuk menyebutkan sebuah contoh yang bukan persamaan linear satu variabel, dan jawaban siswa adalah . Ada juga siswa yang memahami bahwa 2x – 5 = 6  adalah  contoh persamaan linear satu variable, tetapi ketika penulis meminta kepada siswa  untuk menilai apakah   -3 – 1 = 2x  merupakan contoh dari persamaan linear satu variabel atau bukan, maka jawaban siswa itu adalah “bukan contoh”  karena dianggapnya bahwa persamaan linear selalu dimulai dengan variabel x.
6.      Siswa tidak memahami konsep nilai tempat.
Siswa belum paham  mana variabel dan mana konstanta. Siswa menganggap bahwa variabel dan konstanta bisa  dioperasikan. Ini terlihat ketika penulis memberikan soal 2x – 3 = 5 , dijawab dengan  -1x.
7.      Siswa tidak memahami prosedur penyelesaian soal (algoritma) .
Siswa cenderung menghafal urutan langkah-langkah dalam menyelesaikan persamaan linear satu variabel , dan ketika diberi soal lain yang berbeda dari soal sebelumnya untuk diselesaikan, maka langkah pada soal sebelumnya itu juga yang mereka gunakan.
8.      Siswa tidak memahami operasi hitung .
Ketidakpahaman siswa akan operasi hitung merupakan hal yang mendasar. Penulis masih menemukan siswa yang keliru dalam menentukan hasil dari           (-2x + 5x), (-2-7), dan (x 6).
Penyebab dari masalah ini harus segera diupayakan solusinya secara tepat, cepat, dan akurat sebab apabila hal ini dibiarkan akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Tetapi perlu juga diketahui  bahwa  meskipun penulis berupaya mencari solusi dari permasalahan ini, akan tetapi upaya ini   tidak dibarengi dengan kesadaran siswa itu sendiri akan masalah yang mereka hadapi, serta siswa secara tidak aktif dan tidak terbuka mengungkapkan bagian-bagian mana dari materi yang dirasakan sulit untuk dipahami, maka upaya yang dilakukan penulis menjadi sia-sia dan tidak  optimal. Untuk itulah maka penulis meyakini bahwa dengan menggunakan media pembelajaran berupa model kartu dalam pengajaran materi persamaan linear satu variable yang disetting dalam model pembelajaran kooperatif  tipe STAD (students team achievment division) akan mengatasi permasalahan siswa.
Adapun alasan penulis menggunakan media pembelajaran model kartu dalam setting model pembelajaran kooperatif tipe STAD  adalah :
1.      Model pembelajaran kooperatif tipe  STAD adalah model yang paling sederhana sehingga memudahkan  guru yang baru menggunakan model pembelajaran kooperatif.
2.      Model pembelajaran kooperatif selain dapat lebih mengaktifkan siswa juga menurut para ahli unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit.
3.      Berdasarkan  hasil observasi yang  penulis lakukan bahwa dalam pembelajaran materi persamaan linear satu variabel belum pernah siswa diperkenalkan dengan  media model kartu.
4.      Model kartu murah dari segi biaya pembuatannya, mudah diperoleh, dan mudah  dibuat baik oleh penulis maupun oleh siswa itu sendiri.
5.      Model kartu merupakan media konkret sehingga dapat membantu siswa untuk memahami simbol-simbol seperti variabel.
6.      Model kartu merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran sehingga seorang guru bisa mengurangi penggunaan instruksi-instruksi yang sifatnya verbal dan kesan pembelajaran  tidak berpusat pada guru.
7.      Penggunaan  model kartu ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nakil (2001) bahwa hasil tes siswa meningkat dari 62,50% menjadi 91,70% setelah mengikuti pembelajaran konstekstual dengan media model kartu pada materi persamaan linear satu variabel di SMP Negeri 6 Gorontalo.
Dengan demikian diharapkan bahwa dengan menggunakan media pembelajaran model kartu pada materi persamaan linear satu variable, maka proses pembelajaran tidak berlangsung secara monoton dan membosankan tetapi dapat  mengaktifkan siswa secara keseluruhan sehingga siswa  mudah dan sistematis dalam menyelesaikan soal-soal persamaan linear satu variable yang pada akhirnya dapat meningkatkan pemahamannya dalam menyelesaikan persamaan linear satu variabel. Hal inilah yang mendasari penulis melakukan pembelajaran model kooperatif type STAD dengan menggunakan media kartu dalam menyelesaikan persamaan linear satu variabel di kelas 7 SMP YPS Singkole Sorowako.






 
BAB II


PEMBAHASAN


A.    Media Pembelajaran

Medium atau media (jamak) berasal dari kata Latin “medium” yang berarti       “di antara”, suatu istilah yang menunjukkan segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan penerima. Martin dan Briggs (Sabri, 2007:107) menyatakan bahwa media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan siswa, dapat berupa perangkat keras, seperti komputer, televisi, proyektor, dan perangkat lunak yang digunakan dalam perangkat-perangkat keras tersebut. Menurut Martin dan Briggs, guru atau pengajar juga termasuk media pembelajaran. Dengan demikian, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan bahan pembelajaran sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
9
 
Dalam Dictionary of Education dikemukakan bahwa instructional media is devices and other materials which present a complete body of information and are largely self-supporting rather than supplementary in the teaching-learning process. Media pembelajaran adalah alat atau materi lain yang menyajikan bentuk informasi secara lengkap dan dapat menunjang proses belajar mengajar.
Brown,dkk. (Sabri, 2007:108) membuat klasifikasi media pembelajaran yang sangat lengkap yang mencakup sarana belajar (equipment for learning), sarana pendidikan untuk belajar (educational media for learning), dan fasilitas belajar (facilities for learning). Sarana belajar mencakup tape recorder, radio, OHP, video player, televisi, laboratorium elektronik, telepon, kamera, dan lain-lain. Sarana pendidikan untuk belajar mencakup buku teks, buku penunjang, ensiklopedia, majalah, surat kabar, kliping, program TV, program radio, gambar dan lukisan, peta, globe, poster, kartun, boneka, papan planel, papan tulis, dan lain-lain. Fasilitas belajar mencakup gedung, kelas, ruang diskusi, laboratorium, studio, perpustakaan, tempat bermain, dan lain-lain.
Ada beberapa alasan, mengapa media dapat mempertinggi proses belajar siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media, antara lain :
  1. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar
  2. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai kompetensi yang diharapkan dengan lebih baik
  3. Metode pembelajaran akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran
  4. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, malakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.
Alasan kedua mengapa penggunaan media dapat mempertinggi proses dan hasil belajar adalah berkenaan dengan taraf berpikir siswa. Taraf berpikir manusia mengikuti taraf perkembangan yang dimulai dari berpikir kongkret menuju berpikir abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju berpikir yang kompleks. Hal ini juga sesuai dengan Teori Piaget (Depdiknas, 2004: 11) yang menyatakan bahwa kemampuan kognitif manusia berkembang menurut empat tahap, dari lahir sampai dewasa. Tahap-tahap tersebut beserta urutannya berlaku untuk semua orang, akan tetapi usia pada saat seseorang mulai memasuki sesuatu tahapan tertentu tidak selalu sama untuk setiap orang. Keempat tahap tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Tahap sensori-motor (sensory-motor stage)
Tahap sensori motor berlangsung sejak manusia lahir sampai berusia sekitar 2 tahun. Pada tahap ini pemahaman anak mengenai berbagai hal terutama bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh beserta alat-alat indera
2)      Tahap pra-operasional (pre-operational stage)
Tahap pra-operasional berlangsung dari kira-kira usia 2 tahun  sampai 7 tahun. Pada tahap ini, dalam memahami segala sesuatu anak tidak lagi hanya bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh atau inderanya, dalam arti anak sudah menggunakan pemikirannya dalam berbagai hal
3)      Tahap operasi kongkret (congcrete-operational stage)
Tahap ini berlangsung kira-kira dari usia 7 sampai 12 tahun. Pada tahap ini tingkat egosentris (pemahaman anak masih terpusat pada dirinya sendiri) anak sudah berkurang, dalam arti bahwa anak sudah dapat memahami bahwa orang lain mungkin memiliki pikiran atau perasaan yang berbeda dari dirinya. Pada tahap ini anak juga sudah bisa berpikir logis tentang berbagai hal, termasuk hal yang agak rumit tetapi dengan syarat bahwa hal-hal tersebut disajikan secara kongkret.
4)      Tahap operasi formal (formal operational stage)
Tahap ini berlangsung kira-kira sejak usia 12 tahun ke atas. Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir secara logis tanpa kehadiran benda-benda kongkret.

B.     Pembelajaran Matematika di Sekolah

Istilah matematika berasal dari bahasa latin manthenein atau mathena yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian dalam pembelajaran pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh dan fakta yang teramati.
Penerapan dan cara kerja matematika diharapkan dapat membentuk sikap kritis, kreatif, jujur, dan komunikatif pada siswa. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui  model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik, dan table. Menurut kurikulum 2004 (Depdiknas 2003 : 3) bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah sebagai berikut.
1.      Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan melalui kegiatan penyelidikan. Misalnya menunjukkan persamaan dan perbedaan
2.      Mengembangkan aktifitas kreatif
3.      Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
4.      Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi/gagasan misalnya melalui grafik, lisan, peta, dan sebagainya.
Seperti yang kita ketahui bahwa objek matematika adalah abstrak. Sifat abstrak objek matematika tersebut tetap ada pada matematika sekolah. Hal ini merupakan salah satu penyebab sulitnya seorang guru mengajarkan matematika di sekolah. Seorang guru matematika harus berusaha mengurangi sifat abstrak dari objek matematika itu sehingga memudahkan siswa menangkap pelajaran matematika di sekolah. Dengan kata lain seorang guru matematika sesuai dengan perkembangan penalaran siswanya harus mengusahakan agar “fakta”, “konsep”, “operasi” ataupun “prinsip” dalam matematika itu terlihat konkret.
Berdasarkan hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan Kenney (Dahar, 2006: 73)  pada tahun 1963 keduanya mengemukakan empat prinsip tentang cara mengajar matematika yang disebutnya “Teorema”. Salah satu Teorema itu adalah Teorema Notasi (Notation Theorem) yang mengatakan bahwa representasi dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila di dalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Sebagai contoh, untuk siswa SD yang pada umumnya masih berada dalam tahap operasi kongkret, soal yang berbunyi : “Tentukanlah sebuah bilangan yang jika ditambah 3 akan menjadi 8” , akan lebih sesuai jika dipresentasikan dalam bentuk ... + 3 = 8; sedangkan untuk siswa SMP, yang tingkat perkembangannya sudah lebih matang, soal tersebut akan lebih sesuai jika dipresentasikan dalam bentuk x + 3 = 8.
Penggunaan notasi yang tepat akan mempermudah ditemukannya penyelesaian untuk berbagai macam soal, mempermudah ditemukannya berbagai prinsip matematika, dan juga mempermudah pengembangan berbagai konsep, prinsip, dan prosedur dalam matematika. Menurut Gagne (Depdiknas,2004 : 45) secara garis besar ada dua macam obyek yang dipelajari siswa dalam matematika, yaitu obyek langsung (direct objects) dan obyek tak langsung (indirect objects). Salah satu obyek langsung dari pembelajaran matematika adalah keterampilan matematika yakni operasi dan prosedur dalam matematika, yang masing-masing merupakan suatu proses untuk memperoleh sesuatu hasil tertentu. Contohnya proses mencari penyelesaian dari suatu persamaan.
Mengajarkan materi persamaan linear satu variabel guru diharapkan dapat memberikan contoh-contoh, petunjuk, penguraian tentang langkah-langkah pemecahan yang tepat , atau segala sesuatu yang dapat mengakibatkan siswa menyelesaikannya secara mandiri. Menurut Teori Vygotsky seorang guru atau seorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten dapat memberikan scaffolding ke siswa. Scaffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya.

C.    Pendekatan Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Belajar Matematika

1.      Pendekatan Kesalahan Konsep
Belajar konsep adalah belajar tentang apakah sesuatu itu. Konsep dapat dipandang sebagai abstraksi pengalaman-pengalaman yang melibatkan contoh-contoh tentang konsep itu. Konsep “bilangan” tidak diajarkan dengan mendefenisikan bilangan. Dari pengalaman belajar membilang, anak memahami makna membilang. Mereka dapat membedakannya dengan yang bukan bilangan. Menurut Ausubel seperti dikutip Cooney dkk. (Widdiharto, 2008:34) logika pembelajaran demikian dinamakan pembetukan konsep (concept formation). Di samping itu Ausubel juga menemukan kenyataan bagaimana seseorang memahami konsep yang terkait konsep lain, yang disebut asimilasi konsep (concept assimilation). Dalam hal ini konsep adalah makna atau arti suatu ungkapan untuk menandai konsep tersebut. Pemaknaan ini sering diungkapkan dengan “aturan” untuk membedakan yang termasuk konsep, yaitu yang memenuhi aturan, atau yang tidak termasuk konsep, karena tidak sesuai aturan atau defenisinya. Orang membedakan persamaan linear satu variabel dengan bukan persamaan linear satu variabel, karena untuk persamaan linear satu variabel harus dipenuhi aturan : variabelnya hanya satu dan berderajat satu dan kedua ruas dihubungkan dengan tanda “=”.
Belajar konsep dapat dilakukan dengan :
A.    Percontohan
1)      Pemberian contoh, dengan atau tanpa alasan,
2)      Pemberian non contoh dengan atau tanpa alasan, dan
3)      Pemberian contoh penyanggah
B.     Karakterisasi
1)      Defenisi,
2)      Syarat cukup,
3)      Syarat perlu,
4)      Syarat perlu dan cukup,
5)      Syarat tak perlu dan tak cukup,
6)      Membandingkan dan mempertentangkan
Keduanya dapat digunakan  sebagai titik tolak diagnosis sekaligus remediasi kesulitan belajar siswa tentang konsep. Setelah mempelajari konsep, kemungkinan yang terjadi bagi siswa adalah tidak memahami, samar-samar, segera lupa atau lupa sebagian, atau sungguh memahami. Kesulitan dalam memahami tersebut terkait dengan.
a)      Ketidakmampuan memberikan nama singkat atau nama teknis.
Misalnya apa yang dimaksud dengan persamaan linear. Jika lupa diingatkan sulit juga, mungkin dapat diasosiasikan nama itu dengan arti harfiahnya
b)      Ketidakmampuan menyatakan arti istilah yang menandai konsep.
Istilah yang digunakan untuk menandai konsep dapat merupakan kata tunggal atau tidak tunggal, kata asli bahasa Indonesia atau serapan. Kesulitan yang sering terjadi diantaranya adalah satu macam kata yang memiliki makna berbeda untuk situasi berbeda. Misalnya invers dari 2, dalam hal tertentu berarti kebalikan ( adalah invers dari 2, lengkapnya invers multiplikatif). Dalam hal lain berarti lawan, yaitu -2 adalah invers (aditif) dari 2. Cara mengatasinya diantaranya adalah menggunakan istilah itu secara “rutin” dan mempertentangkan serta membandingkan dari dua hal berbeda.
c)      Ketidakmampuan untuk mengingat
Mengingat satu atau lebih syarat perlu atau mengingat syarat cukup untuk memberikan istilah bagi suatu objek tertentu. Cara mengatasinya adalah memberikan contoh dan non contoh, mempertentangkan, dan membandingkannya
d)     Ketidakmampuan memberikan contoh konsep tertentu.
e)      Kesalahan klasifikasi
Antara lain keterbalikan contoh dianggap non contoh, yang non contoh dianggap contoh suatu konsep. Misalnya variabel dianggap konstanta, dan sebaliknya. Salah satu cara mengatasinya adalah menanyakan kepada siswa tentang syarat perlu dan cukup dari terbentuknya konsep itu.
f)       Ketidakmampuan mendeduksi informasi berguna dari suatu konsep
Untuk mengatasi hal ini adalah dengan pelatihan penalaran dari yang sederhana agar pemahaman mengenai implikasi dan penerapannya dapat dimiliki siswa, tanpa harus mengajarinya dengan logika secara formal.
Penggunaan pendekatan ini di kelas sangat mudah dilakukan mengingat biasa ditemui dalam kegiatan belajar mengajar. Guru akan dengan mudah mengidentifikasi, mungkin bukan hanya satu kesalahan yang dilakukan siswa. Kesalahan tersebut bisa disebabkan oleh kesalahan sumber materi, kesalahan penyampaian oleh guru, dan kesalahan lain dalam menafsirkan sumber materi.
Contoh kesalahan yang biasa dilakukan siswa
soal
Jawab salah
kesalahan
-2x= 12

x = …
6

14
x =  (2 pindah ruas ganti tanda)
x = 12 + 2 = 14

2.      Pendekatan Pengetahuan Terstruktur
Kesulitan dalam memahami dan menerapkan prinsip sering terjadi karena tidak memahami konsep dasar yang melandasi atau termuat dalam prinsip tersebut. Siswa yang tidak memiliki konsep yang digunakan untuk mengembangkan prinsip sebagai suatu butir pengetahuan dasar, pasti mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan prinsip. Kesulitan dalam memahami dan menerapkan prinsip sering juga terjadi karena siswa tidak berkemampuan dalam hal-hal yang terkait dengan algoritma yaitu:
               i.            Tidak menguasai algoritma,
             ii.            Tidak memahami makna algoritma,
           iii.            Tidak terampil dalam keterampilan dasar yang menyebabkan
           iv.            Kesalahan dasar,
             v.            Kesalahan sistematik atau kesalahan prosedur, dan
           vi.            Kesalahan kalkulasi
Penggunaan pendekatan ini dalam kegiatan belajar mengajar adalah bagaimana guru dapat mengidentifikasi apakah siswa mengalami kesulitan strategi pemecahan masalah dan kesulitan algoritma. Untuk menilai  pengetahuan strategi siswa adalah fokuskan pada kemampuannya dalam mengidentifikasi tahapan, strategi, urutan yang tepat dalam menyelesaikan masalah, ini artinya menentukan apakah siswa mengenal bilangan yang digunakan, operasi matematika yang digunakan untuk bilangan tersebut, dan urutan operasi yang digunakan. Semua bilangan yang digunakan dalam alternative jawaban harus disajikan. Untuk menilai pengetahuan algoritma siswa adalah lihat pada soal yang dikerjakan apakah bilangan yang digunakan sudah tepat. Fokusnya adalah apakah siswa dapat mengetahui algoritma tanpa melihat lagi konteks yang ada dalam soal.

3.      Model Pembelajaran dengan Menggunakan Model kartu
Model pembelajaran yang penulis gunakan dalam pembelajaran dengan menggunakan model kartu di kelas adalah model pembelajaran kooperatif  tipe STAD .
a.       Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif, menurut Lungdren (Slavin, 2005: 107), adalah sebagai berikut.
1)      Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.
2)      Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3)      Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama
4)      Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok
5)      Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok
6)      Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar
7)      Setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif
Menurut Thompson, dkk. (Slavin, 2005: 110), dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok yang heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerjasama dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama dengan baik dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 2005).
Sintaks/Fase-fase pembelajaran kooperatif
Fase
Peran Guru
  1. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa
Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar
  1. Menyajikan informasi
Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan cara demonstrasi atau lewat bahan bacaan
  1. Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Menjelaskan kepada siswa bagaimana cara  membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien
  1. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Membimbing kelompok dalam belajar, yaitu pada saat mereka mengerjakan tugas
  1. Evaluasi
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari kelompok atau masing-masing kelompok memperesentasikan hasil kerjanya
  1. Memberikan penghargaan
Memberi penghargaan kepada individu atau kelompok yang mendapatkan hasil yang baik. Misalnya dengan memberi hadiah



b.      Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievment Division)


STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan tipe atau jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengaju kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4 – 5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuiz, satu sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuiz. Kuiz itu di skor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu.
Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuiz-kuiz itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu. Langkah-langkahnya sebagai berikut.
  1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, agama, dan lainnya)
  2. Guru menyajikan pelajaran
  3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan kepada anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada  anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti
  4. Guru memberi kuiz/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuiz tidak boleh saling membantu
  5. Memberi evaluasi
  6. Penutup
c.       Menggunakan Model Kartu dalam Menyelesaikan Persamaan Linear Satu Variabel

Untuk menyelesaikan persamaan linear, dapat dilakukan dengan cara subtitusi  atau dengan menggunakan persamaan yang ”ekuivalen”. Yang dimaksud dengan persamaan yang ekuivalen adalah persamaan-persamaan yang himpunan penyelesaiannya sama. Misalnya:
- persamaan 4x + 9 = 17;  4x + 2 = 10; 4x = 8; dan x = 2 adalah persamaan-persamaan yang ekuivalen, karena himpunan penyelesaiannya sama yaitu { 2 }
- persamaan 2x + 7 = 9; 2x + 5 = 7; 2x = 2; dan x = 1 adalah persamaan-persamaan yang ekuivalen, karena himpunan penyelesaiannya sama yaitu { 1 }
Perhatikanlah bahwa persamaan-persamaan yang ekuivalen (yang pertama),
x = 2 adalah bentuk persamaan ekuivalen yang paling sederhana, dan apabila x = 2 disubtitusikan pada masing-masing persamaan yang ekuivalen lainnya maka diperoleh pernyataan yang benar. Demikian pula pada persamaan-persamaan ekuivalen (yang kedua), di mana x = 1 adalah bentuk yang paling sederhana. Hal ini menjadi petunjuk bahwa untuk menyelesaikan persamaan linear dengan satu peubah, dapat dilakukan dengan menjadikannya persamaan tersebut dalam bentuk persamaan ekuivalen yang paling sederhana.
Sebuah persamaan linear dapat diubah menjadi persamaan ekuivalen yang paling sederhana, yaitu dengan melakukan pengerjaan-pengerjaan tertentu pada kedua ruasnya. Pengerjaan-pengerjaan dimaksud adalah sebagai berikut.
(i)  Melakukan penambahan atau pengurangan pada kedua ruas persamaan dengan bilangan yang sama.
(ii) Mengalikan atau membagi kedua ruas persamaan dengan bilangan yang sama dan bukan nol.
Dalam menyelesaikan persamaan linear satu variabel dengan model kartu
diperlukan kesepakatan sebagai berikut:
 

a.       Model kartu           berwarna melambangkan variabel x (bertanda positif)
 

b.      Model kartu           berwarna putih melambangkan peubah –x (bertanda negatif
 

c.       Model Kartu               berwarna melambangkan bilangan positif 1
 

d.      Model kartu             berwarna putih melambangkan bilangan negatif 1 (-1)

e.       Model kartu                   melambangkan nol [jumlah x + (-x) = 0]

f.       Model kartu                             melambangkan nol [jumlah 1 + (-1) = 0]

 Contoh-1
Tentukanlah himpunan penyelesaian dari persamaan x + 3 = 9 dengan x adalah peubah pada himpunan bilangan bulat!
Penyelesaian:                                                
RUAS KIRI                           RUAS KANAN        
x + 3                        =               2    à PLSV
dengan menggunakan model kartu diperoleh;
RUAS KIRI                           RUAS KANAN
                                                                                                    



Tambahkan kedua ruas dengan -3
RUAS KIRI                                       RUAS KANAN        
 x + 3 + (-3)                         =              2 + (-3)


                                                                                                      


RUAS KIRI               RUAS KANAN        
 x                     =          -1
=
 
                       
                       

Jadi himpunan penyelesaian dari persamaan x + 3 = 2 adalah { -1 }
Contoh-2
 Tentukan himpunan penyelesaian dari 3x – 2 = x + 2 dengan x adalah peubah   
  bilangan bulat !
Penyelesaian:                                                            
RUAS KIRI               RUAS KANAN        
3x - 2                    =      x + 2  à PLSV
Dengan menggunakan model kartu diperoleh;
RUAS KIRI                                                   RUAS KANAN
 

Tambahkan kedua ruas dengan positif 2
RUAS KIRI                                                   RUAS KANAN        
3x -2 + 2                                =                        x + 2 + 2
                                                                                                     





RUAS KIRI                                                   RUAS KANAN        
3x                                        =                         x + 4
                                                                                                    



Tambahkan kedua ruas dengan -x
RUAS KIRI                                                   RUAS KANAN        
3x + (-x)                                  =                     x + (-x) + 4
 


                                                                                                   

RUAS KIRI                                                   RUAS KANAN        
2x                                            =                     4
                                                                                                     


ATAU
RUAS KIRI                                                   RUAS KANAN
                                     =                     
 





Jadi himpunan penyelesaiannya dari 3x – 2 = x + 2  adalah x = {2}
Contoh-3
Tentukanlah himpunan penyelesaian dari  2x + 3 = 3x - 1, xbilangan bulat !
Penyelesaian:
Persamaan                                                                
RUAS KIRI                                                               RUAS KANAN        
2x + 3                                      =                                  3x – 1
 

Tambahkan kedua ruas dengan 1

RUAS KIRI                                                               RUAS KANAN        
2x + 3 +1                                 =                                  3x – 1 + 1

 


RUAS KIRI                                                               RUAS KANAN        
2x + 4                                      =                                  3x

                                                                                                       

kedua ruas ditambahkan dengan -2x
RUAS KIRI                                                               RUAS KANAN        
2x+ (-2x) + 4                           =                                  3x + (-2x)
 


                                                                                                     


RUAS KIRI                                                               RUAS KANAN
4                                             
Jadi himpunan penyelesaian dari 2x + 3 = 3x - 1 adalah  x ={ 4}

Pada Tabel 2.1 terlihat hasil belajar salah satu kelas 7 siswa SMP YPS Singkole untuk tiga ranah penilaian yakni kognitif, afektif, dan psikomotorik pada kompetensi dasar menyelesaikan persamaan linear satu variabel setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model kartu.

Tabel 2.1  Hasil Belajar siswa kelas 7.C

No.
Nama Siswa
Hasil Belajar
Kognitif
Afektif
Psikomotorik
1.
Adel Sintia Ma'tan Patangke
7.50
8.50
8
2.
Alfira Putri Rengganis
8.00
9.00
8.5
3.
Anastasya Paranta'
8.00
8.50
8
4.
Andrew Jeremiah Rantemangiling
7.50
8.50
9
5.
Elya Ketlinda Damanik
7.50
9.00
8.5
6.
Fardiyansyah Yahya
10.00
9.00
8.5
7.
Fenny Indah Novelia
7.50
8.00
8.5
8.
Gabriella Elsye July Rorie
10.00
9.00
9
9.
Gea Giona Masiku
8.00
9.00
9.5
10.
Habib Kemal Kabalmay
8.00
9.00
9
11.
Haniel Kristofer Imanualdi
7.50
9.00
9
12.
I Nyoman Agung Risky Natha Bhuwana
7.50
8.00
8
13.
Immanuel Rein Hard Lule
8.00
8.50
9
14.
Irend Tricella
10.00
8.50
8
15.
Jean Ully Dameria Gultom
8.00
8.50
9
16.
Jones Andre Tandi Rapa'
8.00
8.50
9
17.
Jose Alfares Rempe'
9.00
9.00
9
18.
M. Arman
7.00
9.00
8.5
19.
Moh. Althur Said Siddiq
7.50
8.50
8.5
20.
Natasya Karuna Dewi
7.00
8.00
8
21.
Nathalia Grace Pricilia
8.00
8.00
9.5
22.
Oszab Wandana
5.00
7.50
7.5
23.
Rafela Gabriela Pangemanan
8.00
9.00
8
24.
Raihan Azhar Lapandu
6.00
8.50
9.5
25.
Rivaldo Yizreel Suleman
7.50
8.00
9
26.
Rully Andika
8.50
9.50
9.5
27.
Ummi Kalsum
7.50
9.00
9.5






d.      Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan  Model Kartu


Sebelum melakukan proses pembelajaran penulis  harus memperhatikan hal-hal berikut.
a.       Apersepsi yang diberikan harus nampak keterkaitannya antara  materi yang diajarkan dengan pengetahuan awal siswa
b.      Pemberian motivasi seoptimal mungkin dilakukan dengan menginformasikan pentingnya mempelajari materi ini dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari
c.       Mengupayakan interaksi yang terjadi dalam kelompok belajar adalah multi arah agar menghindari proses pembelajaran dalam kelompok tidak didominasi oleh siswa tertentu saja
d.      Mengoptimalkan metode kerja kelompok yang digunakan dalam pembelajaran
e.       Pemberian bantuan (Scafolding) berupa bimbingan dan arahan dari guru harus merata untuk semua kelompok kerja siswa
f.       Memberikan kesempatan ke siswa untuk bertanya
g.      Menyiapkan dan menggunaan alat bantu seoptimal mungkin dan lain sebagainya
Proses pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model kartu dapat dilihat dari salah satu format RPP yang dikembangkan penulis sendiri, yakni sebagai berikut.


RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP)
Mata Pelajaran          : Matematika
Kelas/Semester          : VII/pertama
   Tahun Pelajaran        : 2013-2014
Waktu                                    : 3 x 40 menit
Standar Kompetensi
  • Memahami bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variable
Kompetensi Dasar
  •  Menyelesaikan persamaan linear satu variabel
Indikator
  1. Menentukan persamaan yang ekuivalen dari suatu persamaan
  2. Menggunakan sifat-sifat dalam menyelesaikan persamaan linear satu variable
  3.  Menggunakan model kartu dalam menyelesaikan persamaan linear satu variable
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran diharapkan peserta didik dapat :
  • Menggunakan model kartu untuk menentukan penyelesaian dari persamaan linear satu variable dengan benar
Materi Pembelajaran               : Persamaan Linear Satu Variabel
Model Pembelajaran               : Cooperatif Learning tipe STAD
Pendekatan Pembelajaran       : Realistic Mathematics Education (RME)
Metode Pembelajaran             : Demonstrasi, drill, games, dan diskusi kelompok
Langkah-Langkah Pembelajaran
  1. Pendahuluan
Fase I
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
-          Mengabsen
-          Memberikan motivasi dengan menjelaskan pentingnya materi ini untuk memahami materi selanjutnya dan manfaatnya dalam membantu mempermudah menyelesaikan perhitungan dalam kehidupan sehari-hari
-          Menyampaikan dan mengecek pengetahuan prasyarat
-          Menyampaikan tujuan pembelajaran serta model penilaan yang dilakukan
-          Mempersiapkan diri untuk belajar
-          Salam pembuka dengan mengucapkan 4 nilai Utama YPS dan kebijakan mutu YPS
-          Menyiapkan perlengkapan belajar yang diperlukan
-          Menyimak  informasi guru tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan, tujuan pembelajaran, dan penilaian yang dilakukan guru




  1. Kegiatan Inti
Fase II
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
-          Menyajikan informasi terkait dengan persamaan linear satu variabel
-          Memberikan beberapa contoh cara menyelesaikan persamaan linear satu variabel dengan menggunakan model kartu (memberikan scaffolding)
-          Memberi kesempatan siswa bertanya
-          Menyimak penjelasan guru terkait dengan persamaan linear satu variable dan cara menyelesaikannya dengan menggunakan model kartu
-          Menanyakan hal-hal yang masih kurang dipahami dari penjelasan guru

Fase III
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
-          Membagi siswa menjadi beberapa kelompok (4 orang per kelompok) berdasarkan beberapa kriteria misalnya kemampuan kognitif, jenis kelamin, agama, dan sebagainya, kemudian membagikan model-model kartu kepada kelompok yang lupa membawa model kartu atau yang kurang jumlah model kartunya
-          Membagi diri dalam kelompok berdasarkan kriteria kelompok yang dimaksud
-          Menyiapkan model kartu yang dibawa dari rumah masing-masing


Fase IV

Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa

-          Meminta siswa secara berkelompok untuk menyelesaikan soal-soal latihan berbagai bentuk persamaan linear satu variable dengan menggunakan model kartu
-          Mengarahkan setiap kelompok  untuk mendiskusikan penyelesaian dari tugas yang diberikan
-          Meminta anggota kelompok yang tahu untuk menjelaskan cara menyelesaikan PLSV dengan model kartu keteman kelompoknya
-          Membimbing kelompok yang mengalami kesulitan (memberikan scaffolding)
-          Pada saat diskusi berlangsung guru menanyakan ke setiap kelompok tentang hal-hal berikut :
(a)    Bolehkah menambah kedua ruas dengan sesuatu yang sama ?
(b)   Bolehkah mengurangi kedua ruas dengan sesuatu yang sama ?
(c)    Bolehkah mengelompokkan kedua ruas menjadi beberapa kelompok yang sama ?
-          Guru  mengamati proses diskusi
-          Secara aktif siswa mendiskusikan cara menyelesaikan PLSV dengan menggunakan model kartu dalam kelompoknya
-          Siswa yang tahu dalam setiap kelompok membantu menjelaskan keteman kelompoknya cara menyelesaikan PLSV dengan menggunakan model kartu
-          Meminta bantuan ke guru bila belum paham menggunakan model kartu dalam menyelesaikan PLSV

Fase V
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa

-          Meminta perwakilan setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, kelompok yang lain mengamati dan menanggapi
-          Guru memberikan tugas mandiri tentang menyelesaikan PLSVdengan model kartu
-          Guru memastikan pada saat siswa mengerjakan tugas tidak ada yang saling membantu
-          Mengevaluasi hasil tugas mandiri  siswa
-          Mempresentasikan hasil kerja kelompok
-          Menyimak penjelasan hasil kerja kelompok lain dan menanggapinya
-          Menyelesaikan tugas mandiri dari guru
-          Mengkroscek hasil tugas mandiri dan menanyakan letak kesalahan yang dilakukan (bila ada)

Fase VI

Penutup

Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa

-          Mengarahkan siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran
-          Feedback (memberikan masukan) terhadap proses pembelajaran dan aktivitas siswa
-          Memberikan reward bagi siswa atau kelompok yang berprestasi
-          Menyampaikan kegiatan pembelajaran berikutnya
-          Menyimpulkan materi pelajaran misalnya langkah-langkah dalam menyelesaikan PLSV
-          Menyampaikan kesan dan penilaiannya terhadap kegiatan yang dilakukan
-          Salam penutup dan berdoa




























e.       Desain Pembelajaran dengan Menggunakan Media Model Kartu

Berikut gambar 2.1 tentang alur/desain pembelajaran model kooperatif learning dengan menggunakan model kartu.

Gambar 2.1 Desain Pembelajaran