BAB I
PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu
dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di
bidang teori bilangan, aljabar, teori fuzzy, teori peluang, dan matematika
diskrit. Karena itu, untuk menguasai dan memanfaatkan teknologi di masa depan
diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Menyadari pentingnya penguasaan matematika, maka dalam Undang-Undang RI
No. 20 Th. 2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Pasal 37 ditegaskan bahwa mata pelajaran
matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Soedjadi
(2000:8) menyatakan bahwa wujud dari mata pelajaran matematika di pendidikan
dasar dan menengah adalah matematika sekolah. Matematika sekolah adalah
unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau
berorientasi kepada kepentingan pendidikan dan kepentingan untuk menguasai dan
memanfaatkan teknologi di masa depan. Karena itu, mata pelajaran matematika
yang diberikan di pendidikan dasar dan menengah juga dimaksudkan untuk
membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,
dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kemampuan tersebut, merupakan
kompetensi yang diperlukan oleh siswa agar dapat memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Namun demikian, seiring dengan perkembangan
psikologi kognitif, maka berkembang pula cara guru dalam mengevaluasi
pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif. Saat ini, guru dalam
mengevaluasi pencapaian hasil belajar hanya memberikan penekanan pada tujuan
kognitif tanpa memperhatikan dimensi proses kognitif, dengan kata lain guru
hanya menekankan hasil akhir pembelajaran tanpa menekankan proses penanaman dan
pemahaman konsepnya, akibatnya siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
masalah.
Salah satu materi matematika sekolah khususnya sekolah menengah adalah persamaan linear
satu variabel atau disingkat
dengan PLSV. Persamaan
linear satu variabel (PLSV) adalah kalimat
terbuka yang dihubungkan oleh tanda “sama dengan” (=) dan hanya mempunyai satu
variabel berpangkat satu. Bentuk umum persamaan linear satu variabel adalah ax
+ b = 0 dengan a ≠ 0 (Nuharrini, 2008:106).
Materi
PLSV ini adalah bagian dari materi aljabar yang merupakan topik
penting dalam matematika dan banyak digunakan dalam disiplin ilmu lain maupun
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu materi ini juga merupakan materi esensial
dalam mempelajari matematika yang lebih tinggi misalnya sistem persamaan linear, persamaan
kuadrat, aljabar linear, program linear, dan kalkulus. Oleh karena itu siswa hendaknya mengetahui secara mendalam
tentang konsep dasar persamaan linear satu variabel, sebab dengan memahami
konsep dasar persamaan linear
satu variabel akan memudahkan siswa
dalam mempelajari konsep aljabar secara keseluruhan.
Sehubungan dengan hal di atas penulis berpandangan bahwa dalam pembelajaran matematika dengan karakteristiknya yang
abstrak, penyajian konsep yang benar dan akurat harus tetap dijaga. Karena meskipun penyajian suatu bahan ajar
dilakukan dengan metode dan pendekatan
yang baik tetapi konsep bahan ajar itu disajikan dengan kurang akurat atau
bahkan kurang benar, akan menghasilkan interpretasi siswa yang tidak benar
terhadap konsep itu, misalnya dalam menyelesaikan
soal persamaan x + 3 = 5, masih ada guru
ketika mengajarkan materi ini memberikan instruksi bahwa untuk menentukan nilai
x dari persamaan tersebut dengan cara memindahkan 3 di ruas kiri ke ruas kanan
dengan mengubah tandanya dari positif menjadi negatif sehingga penyelesaiannya
menjadi x = 5 - 3 = 2. Ini adalah kesalahan besar bagi seorang guru
matematika, karena dalam matematika tidak pernah ditemukan konsep “pindah ruas”. Bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi ketika
menerima penjelasan dari guru matematika seperti ini, bisa jadi hal tersebut tidak masalah tetapi bagi siswa yang kemampuannya
menengah ke bawah ini merupakan masalah. Kenyataannya ketika penulis memberikan soal
persamaan linear ke siswa
misalnya 2x – 3 = 5, maka jawabannya menjadi bervariasi seperti berikut ini.
2x = 5 – 3 = 2
x = (kata siswa lupa di
ubah tandanya)
2x = 5 – 3 = 2
x = (kata siswa lupa di
ubah tandanya dan 2 nya pindah ke ruas
kanan jadi berubah
tandanya)
2x = 5 + 3 = 8
x = (kata siswa 2 nya
pindah ke ruas kanan jadi tandanya berubah)
2x = 5 + 3 = 8
x =
- 2x – 3 = 5 malah dijawab dengan -1x (siswa
mengurangkan 2 dengan 3
kemudian
ditambahkan simbol x)
Fakta-fakta dari variasi jawaban siswa dalam menyelesaikan persamaan
linear satu variabel di atas menunjukkan rendahnya pemahaman siswa terhadap konsep-konsep
yang ada dalam materi itu, seperti konsep nilai tempat, konsep operasi bilangan.
Rendahnya pemahaman siswa dalam
menyelesaikan persamaan linear satu variabel diduga disebabkan oleh hal-hal berikut.
1. Pemahaman
konsep yang keliru yakni tentang instruksi
“pindah ruas”
2. Siswa
tidak memahami soal yang menggunakan variabel
3. Pola
pembelajaran matematika terkesan tidak kooperatif.
Siswa merasa bahwa pembelajaran lebih terpusat pada guru, monoton, dan kurang mengaktifkan siswa.
4. Siswa
kurang berani bertanya dan kurang percaya diri mengungkapkan permasalahannya.
5. Siswa tidak menangkap konsep dengan benar (misconception).
Siswa belum sampai keproses abstraksi dan masih dalam dunia konkret.
Siswa hanya paham contoh-contoh tetapi
tidak dapat mendeskripsikannya, bahkan ada siswa yang belum bisa memberikan
contoh yang bukan persamaan linear satu variabel. Ini terlihat ketika penulis
memberikan contoh-contoh persamaan linear satu variabel, kemudian menunjuk
siswa untuk menyebutkan sebuah contoh yang bukan persamaan linear satu variabel,
dan jawaban siswa adalah
. Ada juga siswa yang memahami bahwa 2x – 5 = 6 adalah
contoh persamaan linear satu variable, tetapi ketika penulis meminta
kepada siswa untuk menilai apakah -3 – 1 = 2x merupakan contoh dari persamaan linear satu
variabel atau bukan, maka jawaban siswa itu adalah “
bukan contoh” karena dianggapnya
bahwa persamaan linear selalu dimulai dengan variabel x.
6. Siswa tidak memahami konsep nilai
tempat.
Siswa belum paham mana variabel
dan mana konstanta. Siswa menganggap bahwa variabel dan konstanta bisa dioperasikan. Ini terlihat ketika penulis
memberikan soal 2x – 3 = 5 , dijawab dengan -1x.
7. Siswa tidak memahami prosedur penyelesaian
soal (algoritma) .
Siswa cenderung menghafal urutan langkah-langkah dalam menyelesaikan
persamaan linear satu variabel , dan ketika diberi soal lain yang berbeda dari
soal sebelumnya untuk diselesaikan, maka langkah pada soal sebelumnya itu juga yang
mereka gunakan.
8. Siswa
tidak memahami operasi hitung .
Ketidakpahaman siswa akan operasi hitung merupakan hal yang mendasar.
Penulis masih menemukan siswa yang keliru dalam menentukan hasil dari (-2x + 5x), (-2-7), dan (
x 6).
Penyebab dari masalah ini harus segera diupayakan solusinya secara tepat,
cepat, dan akurat sebab apabila hal ini dibiarkan akan mempengaruhi hasil
belajar siswa. Tetapi perlu juga diketahui
bahwa meskipun penulis berupaya mencari
solusi dari permasalahan ini, akan tetapi upaya ini tidak dibarengi dengan kesadaran siswa itu
sendiri akan masalah yang mereka hadapi, serta siswa secara tidak aktif dan tidak
terbuka mengungkapkan bagian-bagian mana dari materi yang dirasakan sulit untuk
dipahami, maka upaya yang dilakukan penulis menjadi sia-sia dan tidak optimal. Untuk itulah maka penulis meyakini bahwa dengan menggunakan media pembelajaran berupa model kartu
dalam pengajaran materi persamaan linear satu variable yang disetting
dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD (students team achievment division) akan mengatasi permasalahan siswa.
Adapun alasan penulis menggunakan media pembelajaran model kartu dalam setting
model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
:
1. Model
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
model yang paling sederhana sehingga memudahkan
guru yang baru menggunakan model pembelajaran kooperatif.
2. Model
pembelajaran kooperatif selain dapat lebih mengaktifkan siswa juga menurut para
ahli unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit.
3. Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan bahwa dalam pembelajaran
materi persamaan linear satu variabel belum pernah siswa diperkenalkan dengan media model kartu.
4. Model
kartu murah dari segi biaya pembuatannya, mudah diperoleh, dan mudah dibuat baik oleh penulis maupun oleh siswa
itu sendiri.
5. Model
kartu merupakan media konkret sehingga dapat membantu siswa untuk memahami
simbol-simbol seperti variabel.
6. Model
kartu merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran
sehingga seorang guru bisa mengurangi penggunaan instruksi-instruksi yang
sifatnya verbal dan kesan pembelajaran
tidak berpusat pada guru.
7. Penggunaan model
kartu ini juga diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nakil (2001) bahwa hasil tes siswa
meningkat dari 62,50% menjadi 91,70% setelah mengikuti pembelajaran konstekstual
dengan media model kartu pada materi persamaan linear satu variabel di SMP Negeri
6 Gorontalo.
Dengan demikian diharapkan bahwa dengan menggunakan media pembelajaran
model kartu pada materi persamaan linear satu variable, maka proses
pembelajaran tidak berlangsung secara monoton dan membosankan tetapi dapat mengaktifkan siswa secara keseluruhan sehingga
siswa mudah dan sistematis dalam
menyelesaikan soal-soal persamaan linear satu variable yang pada akhirnya dapat
meningkatkan pemahamannya dalam menyelesaikan persamaan linear satu variabel. Hal inilah yang mendasari penulis
melakukan pembelajaran model kooperatif type STAD dengan menggunakan media
kartu dalam menyelesaikan persamaan linear satu variabel di kelas 7 SMP YPS
Singkole Sorowako.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Media Pembelajaran
Medium atau media (jamak)
berasal dari kata Latin “medium” yang berarti “di antara”, suatu istilah yang
menunjukkan segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan penerima.
Martin dan Briggs (Sabri, 2007:107) menyatakan bahwa media pembelajaran mencakup semua sumber yang diperlukan
untuk melakukan komunikasi dengan siswa, dapat berupa perangkat keras, seperti
komputer, televisi, proyektor, dan perangkat lunak yang digunakan dalam
perangkat-perangkat keras tersebut. Menurut Martin dan Briggs, guru atau pengajar juga
termasuk media pembelajaran. Dengan demikian, media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan bahan pembelajaran sehingga
dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan
belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Dalam Dictionary of
Education dikemukakan bahwa instructional
media is devices and other materials which present a complete body of
information and are largely self-supporting rather than supplementary in the
teaching-learning process. Media pembelajaran adalah alat atau materi lain
yang menyajikan bentuk informasi secara lengkap dan dapat menunjang proses
belajar mengajar.
Brown,dkk. (Sabri,
2007:108) membuat klasifikasi media
pembelajaran yang sangat lengkap yang mencakup sarana belajar (equipment for learning), sarana
pendidikan untuk belajar (educational
media for learning), dan fasilitas belajar (facilities for learning). Sarana belajar mencakup tape recorder,
radio, OHP, video player, televisi, laboratorium elektronik, telepon, kamera,
dan lain-lain. Sarana pendidikan untuk belajar mencakup buku teks, buku
penunjang, ensiklopedia, majalah, surat kabar, kliping, program TV, program
radio, gambar dan lukisan, peta, globe, poster, kartun, boneka, papan planel,
papan tulis, dan lain-lain. Fasilitas belajar mencakup gedung, kelas, ruang
diskusi, laboratorium, studio, perpustakaan, tempat bermain, dan lain-lain.
Ada beberapa alasan, mengapa
media dapat mempertinggi proses belajar siswa. Alasan pertama berkenaan dengan
manfaat media, antara lain :
- Pembelajaran akan lebih menarik
perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar
- Bahan pembelajaran akan lebih jelas
maknanya, sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan
siswa menguasai kompetensi yang diharapkan dengan lebih baik
- Metode pembelajaran akan lebih
bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan
kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan
tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran
- Siswa lebih banyak melakukan kegiatan
belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas
lain seperti mengamati, malakukan, mendemonstrasikan, dan lain-lain.
Alasan kedua mengapa
penggunaan media dapat mempertinggi proses dan hasil belajar adalah berkenaan
dengan taraf berpikir siswa. Taraf berpikir manusia mengikuti taraf
perkembangan yang dimulai dari berpikir kongkret menuju berpikir abstrak,
dimulai dari berpikir sederhana menuju berpikir yang kompleks. Hal ini juga
sesuai dengan Teori Piaget (Depdiknas, 2004: 11) yang menyatakan bahwa kemampuan kognitif manusia
berkembang menurut empat tahap, dari lahir sampai dewasa. Tahap-tahap tersebut
beserta urutannya berlaku untuk semua orang, akan tetapi usia pada saat
seseorang mulai memasuki sesuatu tahapan tertentu tidak selalu sama untuk
setiap orang. Keempat tahap tersebut adalah sebagai berikut :
1) Tahap sensori-motor (sensory-motor stage)
Tahap sensori motor berlangsung
sejak manusia lahir sampai berusia sekitar 2 tahun. Pada tahap ini pemahaman
anak mengenai berbagai hal terutama bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh
beserta alat-alat indera
2) Tahap pra-operasional (pre-operational stage)
Tahap pra-operasional berlangsung
dari kira-kira usia 2 tahun sampai 7
tahun. Pada tahap ini, dalam memahami segala sesuatu anak tidak lagi hanya
bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh atau inderanya, dalam arti anak sudah
menggunakan pemikirannya dalam berbagai hal
3) Tahap operasi kongkret
(congcrete-operational stage)
Tahap ini berlangsung
kira-kira dari usia 7 sampai 12 tahun. Pada tahap ini tingkat egosentris
(pemahaman anak masih terpusat pada dirinya sendiri) anak sudah berkurang,
dalam arti bahwa anak sudah dapat memahami bahwa orang lain mungkin memiliki
pikiran atau perasaan yang berbeda dari dirinya. Pada tahap ini anak juga sudah
bisa berpikir logis tentang berbagai hal, termasuk hal yang agak rumit tetapi
dengan syarat bahwa hal-hal tersebut disajikan secara kongkret.
4) Tahap operasi formal (formal operational
stage)
Tahap ini berlangsung
kira-kira sejak usia 12 tahun ke atas. Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir
secara logis tanpa kehadiran benda-benda kongkret.
B.
Pembelajaran Matematika di Sekolah
Istilah matematika berasal dari bahasa latin manthenein atau mathena yang
berarti belajar atau hal yang dipelajari. Ciri utama matematika adalah
penalaran deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh
sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep
atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian dalam
pembelajaran pemahaman konsep dapat diawali secara induktif melalui pengalaman
peristiwa nyata. Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh dan fakta yang
teramati.
Penerapan dan cara kerja matematika diharapkan dapat membentuk sikap
kritis, kreatif, jujur, dan komunikatif pada siswa. Matematika berfungsi
mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat
dan persamaan matematika, diagram, grafik, dan table. Menurut kurikulum 2004
(Depdiknas 2003 : 3) bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah sebagai
berikut.
1.
Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik
kesimpulan melalui kegiatan penyelidikan. Misalnya menunjukkan persamaan dan
perbedaan
2.
Mengembangkan aktifitas kreatif
3.
Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah
4.
Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi/gagasan
misalnya melalui grafik, lisan, peta, dan sebagainya.
Seperti yang kita ketahui bahwa
objek matematika adalah abstrak. Sifat abstrak objek matematika tersebut tetap
ada pada matematika sekolah. Hal ini merupakan salah satu penyebab sulitnya
seorang guru mengajarkan matematika di sekolah. Seorang guru matematika harus
berusaha mengurangi sifat abstrak dari objek matematika itu sehingga memudahkan
siswa menangkap pelajaran matematika di sekolah. Dengan kata lain seorang guru
matematika sesuai dengan perkembangan penalaran siswanya harus mengusahakan
agar “fakta”, “konsep”, “operasi” ataupun “prinsip” dalam matematika itu
terlihat konkret.
Berdasarkan hasil eksperimen
dan observasi yang dilakukan oleh Bruner dan Kenney (Dahar, 2006: 73)
pada tahun 1963 keduanya mengemukakan empat prinsip tentang cara
mengajar matematika yang disebutnya “Teorema”. Salah satu Teorema itu adalah Teorema
Notasi (Notation Theorem) yang
mengatakan bahwa representasi dari suatu materi matematika akan lebih mudah
dipahami oleh siswa apabila di dalam representasi itu digunakan notasi yang
sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa. Sebagai contoh, untuk siswa
SD yang pada umumnya masih berada dalam tahap operasi kongkret, soal yang
berbunyi : “Tentukanlah sebuah bilangan yang jika ditambah 3 akan menjadi 8” ,
akan lebih sesuai jika dipresentasikan dalam bentuk ... + 3 = 8; sedangkan
untuk siswa SMP, yang tingkat perkembangannya sudah lebih matang, soal tersebut
akan lebih sesuai jika dipresentasikan dalam bentuk x + 3 = 8.
Penggunaan notasi yang tepat
akan mempermudah ditemukannya penyelesaian untuk berbagai macam soal,
mempermudah ditemukannya berbagai prinsip matematika, dan juga mempermudah
pengembangan berbagai konsep, prinsip, dan prosedur dalam matematika. Menurut Gagne
(Depdiknas,2004 : 45) secara garis besar ada dua macam obyek
yang dipelajari siswa dalam matematika, yaitu obyek langsung (direct objects) dan obyek tak langsung (indirect
objects). Salah satu obyek langsung dari pembelajaran matematika adalah
keterampilan matematika yakni operasi dan prosedur dalam matematika, yang
masing-masing merupakan suatu proses untuk memperoleh sesuatu hasil tertentu.
Contohnya proses mencari penyelesaian dari suatu persamaan.
Mengajarkan materi persamaan
linear satu variabel guru diharapkan dapat memberikan contoh-contoh, petunjuk,
penguraian tentang langkah-langkah pemecahan yang tepat , atau segala sesuatu
yang dapat mengakibatkan siswa menyelesaikannya secara mandiri. Menurut Teori
Vygotsky seorang guru atau seorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten dapat
memberikan scaffolding ke siswa. Scaffolding
berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal
pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera
setelah ia dapat melakukannya.
C.
Pendekatan
Diagnosis Kesulitan Siswa dalam Belajar Matematika
1.
Pendekatan
Kesalahan Konsep
Belajar konsep adalah belajar tentang apakah sesuatu itu. Konsep dapat
dipandang sebagai abstraksi pengalaman-pengalaman yang melibatkan contoh-contoh
tentang konsep itu. Konsep “bilangan” tidak diajarkan dengan mendefenisikan
bilangan. Dari pengalaman belajar membilang, anak memahami makna membilang.
Mereka dapat membedakannya dengan yang bukan bilangan. Menurut Ausubel seperti
dikutip Cooney dkk. (Widdiharto, 2008:34) logika pembelajaran demikian
dinamakan pembetukan konsep (concept
formation). Di samping itu Ausubel juga menemukan kenyataan bagaimana
seseorang memahami konsep yang terkait konsep lain, yang disebut asimilasi
konsep (concept assimilation). Dalam
hal ini konsep adalah makna atau arti suatu ungkapan untuk menandai konsep
tersebut. Pemaknaan ini sering diungkapkan dengan “aturan” untuk membedakan
yang termasuk konsep, yaitu yang memenuhi aturan, atau yang tidak termasuk
konsep, karena tidak sesuai aturan atau defenisinya. Orang membedakan persamaan
linear satu variabel dengan bukan persamaan linear satu variabel, karena untuk
persamaan linear satu variabel harus dipenuhi aturan : variabelnya hanya satu
dan berderajat satu dan kedua ruas dihubungkan dengan tanda “=”.
Belajar konsep
dapat dilakukan dengan :
A. Percontohan
1) Pemberian
contoh, dengan atau tanpa alasan,
2) Pemberian
non contoh dengan atau tanpa alasan, dan
3) Pemberian
contoh penyanggah
B. Karakterisasi
1) Defenisi,
2) Syarat
cukup,
3) Syarat
perlu,
4) Syarat
perlu dan cukup,
5) Syarat
tak perlu dan tak cukup,
6) Membandingkan
dan mempertentangkan
Keduanya dapat digunakan sebagai
titik tolak diagnosis sekaligus remediasi kesulitan belajar siswa tentang
konsep. Setelah mempelajari konsep, kemungkinan yang terjadi bagi siswa adalah tidak
memahami, samar-samar, segera lupa atau lupa sebagian, atau sungguh memahami.
Kesulitan dalam memahami tersebut terkait dengan.
a)
Ketidakmampuan memberikan nama singkat atau nama
teknis.
Misalnya apa yang dimaksud dengan persamaan linear. Jika lupa diingatkan
sulit juga, mungkin dapat diasosiasikan nama itu dengan arti harfiahnya
b)
Ketidakmampuan menyatakan arti istilah yang menandai
konsep.
Istilah yang digunakan untuk menandai konsep dapat merupakan kata tunggal
atau tidak tunggal, kata asli bahasa Indonesia atau serapan. Kesulitan yang
sering terjadi diantaranya adalah satu macam kata yang memiliki makna berbeda
untuk situasi berbeda. Misalnya invers dari 2, dalam hal tertentu berarti
kebalikan (
adalah invers dari 2,
lengkapnya invers multiplikatif). Dalam hal lain berarti lawan, yaitu -2 adalah
invers (aditif) dari 2. Cara mengatasinya diantaranya adalah menggunakan
istilah itu secara “rutin” dan mempertentangkan serta membandingkan dari dua
hal berbeda.
c)
Ketidakmampuan untuk mengingat
Mengingat satu atau lebih syarat perlu atau mengingat syarat cukup untuk
memberikan istilah bagi suatu objek tertentu. Cara mengatasinya adalah
memberikan contoh dan non contoh, mempertentangkan, dan membandingkannya
d)
Ketidakmampuan memberikan contoh konsep tertentu.
e)
Kesalahan klasifikasi
Antara lain keterbalikan contoh dianggap non contoh, yang non contoh
dianggap contoh suatu konsep. Misalnya variabel dianggap konstanta, dan
sebaliknya. Salah satu cara mengatasinya adalah menanyakan kepada siswa tentang
syarat perlu dan cukup dari terbentuknya konsep itu.
f)
Ketidakmampuan mendeduksi informasi berguna dari suatu
konsep
Untuk mengatasi hal ini adalah dengan pelatihan penalaran dari yang
sederhana agar pemahaman mengenai implikasi dan penerapannya dapat dimiliki
siswa, tanpa harus mengajarinya dengan logika secara formal.
Penggunaan pendekatan ini di kelas sangat mudah dilakukan mengingat biasa
ditemui dalam kegiatan belajar mengajar. Guru akan dengan mudah
mengidentifikasi, mungkin bukan hanya satu kesalahan yang dilakukan siswa.
Kesalahan tersebut bisa disebabkan oleh kesalahan sumber materi, kesalahan
penyampaian oleh guru, dan kesalahan lain dalam menafsirkan sumber materi.
Contoh kesalahan
yang biasa dilakukan siswa
soal
|
Jawab
salah
|
kesalahan
|
-2x= 12
x = …
|
6
14
|
x = (2 pindah ruas ganti
tanda)
x = 12 + 2 =
14
|
2. Pendekatan Pengetahuan Terstruktur
Kesulitan dalam memahami dan menerapkan prinsip sering terjadi karena
tidak memahami konsep dasar yang melandasi atau termuat dalam prinsip tersebut.
Siswa yang tidak memiliki konsep yang digunakan untuk mengembangkan prinsip
sebagai suatu butir pengetahuan dasar, pasti mengalami kesulitan dalam memahami
dan menggunakan prinsip. Kesulitan dalam memahami dan menerapkan prinsip sering
juga terjadi karena siswa tidak berkemampuan dalam hal-hal yang terkait dengan
algoritma yaitu:
i.
Tidak menguasai algoritma,
ii.
Tidak memahami makna algoritma,
iii.
Tidak terampil dalam keterampilan dasar yang
menyebabkan
iv.
Kesalahan dasar,
v.
Kesalahan sistematik atau kesalahan prosedur, dan
vi.
Kesalahan kalkulasi
Penggunaan pendekatan ini dalam kegiatan belajar mengajar adalah
bagaimana guru dapat mengidentifikasi apakah siswa mengalami kesulitan strategi
pemecahan masalah dan kesulitan algoritma. Untuk menilai pengetahuan strategi siswa adalah fokuskan
pada kemampuannya dalam mengidentifikasi tahapan, strategi, urutan yang tepat
dalam menyelesaikan masalah, ini artinya menentukan apakah siswa mengenal
bilangan yang digunakan, operasi matematika yang digunakan untuk bilangan
tersebut, dan urutan operasi yang digunakan. Semua bilangan yang digunakan
dalam alternative jawaban harus disajikan. Untuk menilai pengetahuan algoritma
siswa adalah lihat pada soal yang dikerjakan apakah bilangan yang digunakan
sudah tepat. Fokusnya adalah apakah siswa dapat mengetahui algoritma tanpa
melihat lagi konteks yang ada dalam soal.
3.
Model
Pembelajaran dengan Menggunakan Model kartu
Model pembelajaran yang penulis gunakan dalam pembelajaran dengan
menggunakan model kartu di kelas adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD .
a. Pengertian
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan paham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa
anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami
materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur
dasar dalam pembelajaran kooperatif, menurut Lungdren (Slavin, 2005: 107),
adalah sebagai berikut.
1)
Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka
“tenggelam atau berenang bersama”.
2)
Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa
atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri
sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3)
Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki
tujuan yang sama
4)
Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab
diantara para anggota kelompok
5)
Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan
yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok
6)
Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka
memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar
7)
Setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan
secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif
Menurut Thompson, dkk. (Slavin, 2005: 110), dalam
pembelajaran kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil
yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri
dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok
yang heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan
suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerjasama
dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Pada pembelajaran kooperatif diajarkan
keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama dengan baik dalam
kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan
yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama
kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 2005).
Sintaks/Fase-fase pembelajaran kooperatif
Fase
|
Peran
Guru
|
- Menyampaikan
tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa
|
Menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar
|
- Menyajikan
informasi
|
Menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan cara demonstrasi atau lewat bahan bacaan
|
- Mengorganisasi
siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
|
Menjelaskan kepada siswa
bagaimana cara membentuk kelompok
belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien
|
- Membimbing
kelompok bekerja dan belajar
|
Membimbing kelompok dalam
belajar, yaitu pada saat mereka mengerjakan tugas
|
- Evaluasi
|
Mengevaluasi hasil belajar
tentang materi yang telah dipelajari kelompok atau masing-masing kelompok
memperesentasikan hasil kerjanya
|
- Memberikan
penghargaan
|
Memberi penghargaan kepada
individu atau kelompok yang mendapatkan hasil yang baik. Misalnya dengan
memberi hadiah
|
b.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievment Division)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas
John Hopkin dan merupakan tipe atau jenis pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengaju kepada belajar kelompok
siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu
dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4 – 5 orang, setiap kelompok haruslah
heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku,
memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar
kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi
pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan
pelajaran melalui tutorial, kuiz, satu sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara
individual setiap minggu atau setiap dua minggu siswa diberi kuiz. Kuiz itu di
skor, dan tiap individu diberi skor perkembangan. Skor perkembangan ini tidak
berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan pada seberapa jauh skor
itu melampaui rata-rata skor yang lalu.
Setiap minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain,
diumumkan tim-tim dengan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan
tinggi, atau siswa yang mencapai skor sempurna pada kuiz-kuiz itu. Kadang-kadang
seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu. Langkah-langkahnya
sebagai berikut.
- Membentuk
kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut
prestasi, jenis kelamin, suku, agama, dan lainnya)
- Guru
menyajikan pelajaran
- Guru
memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan kepada anggota kelompok.
Anggota yang tahu menjelaskan kepada
anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti
- Guru
memberi kuiz/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuiz
tidak boleh saling membantu
- Memberi
evaluasi
- Penutup
c. Menggunakan Model Kartu dalam Menyelesaikan Persamaan Linear Satu
Variabel
Untuk menyelesaikan persamaan
linear, dapat dilakukan dengan
cara subtitusi atau dengan menggunakan persamaan yang
”ekuivalen”. Yang dimaksud dengan persamaan yang ekuivalen adalah
persamaan-persamaan yang himpunan penyelesaiannya sama. Misalnya:
-
persamaan 4x + 9 = 17; 4x + 2 = 10; 4x =
8; dan x = 2 adalah persamaan-persamaan yang ekuivalen, karena himpunan penyelesaiannya
sama yaitu { 2 }
-
persamaan 2x + 7 = 9; 2x + 5 = 7; 2x = 2; dan x = 1 adalah persamaan-persamaan
yang ekuivalen, karena himpunan penyelesaiannya sama yaitu { 1 }
Perhatikanlah bahwa
persamaan-persamaan yang ekuivalen (yang pertama),
x = 2 adalah bentuk persamaan ekuivalen yang paling sederhana, dan apabila x =
2 disubtitusikan pada masing-masing persamaan yang ekuivalen lainnya maka
diperoleh pernyataan yang benar. Demikian pula pada persamaan-persamaan
ekuivalen (yang kedua), di mana x = 1 adalah bentuk yang paling sederhana. Hal
ini menjadi petunjuk bahwa untuk menyelesaikan persamaan linear dengan satu
peubah, dapat dilakukan dengan menjadikannya persamaan tersebut dalam bentuk
persamaan ekuivalen yang paling sederhana.
Sebuah persamaan linear dapat
diubah menjadi persamaan ekuivalen yang paling sederhana, yaitu dengan
melakukan pengerjaan-pengerjaan tertentu pada kedua ruasnya.
Pengerjaan-pengerjaan dimaksud adalah sebagai berikut.
(i) Melakukan penambahan atau pengurangan pada
kedua ruas persamaan dengan bilangan yang sama.
(ii)
Mengalikan atau membagi kedua ruas persamaan dengan bilangan yang sama dan
bukan nol.
Dalam
menyelesaikan persamaan linear satu variabel dengan model kartu
diperlukan
kesepakatan sebagai berikut:
a. Model kartu berwarna
melambangkan variabel x (bertanda positif)
b. Model kartu berwarna
putih melambangkan peubah –x (bertanda negatif
c. Model Kartu berwarna melambangkan bilangan positif 1
d. Model kartu berwarna putih melambangkan bilangan negatif 1 (-1)
e. Model kartu melambangkan nol [jumlah x + (-x) = 0]
f. Model kartu melambangkan nol [jumlah 1 + (-1) = 0]
Contoh-1
Tentukanlah himpunan penyelesaian dari persamaan x
+ 3 = 9 dengan x adalah peubah pada himpunan bilangan bulat!
Penyelesaian:
RUAS KIRI RUAS KANAN
x + 3 = 2 Ã PLSV
dengan menggunakan model kartu diperoleh;
RUAS KIRI RUAS
KANAN
Tambahkan
kedua ruas dengan -3
RUAS KIRI RUAS
KANAN
x +
3 + (-3) = 2
+ (-3)
RUAS KIRI RUAS
KANAN
x = -1
Jadi himpunan penyelesaian dari persamaan x + 3 = 2
adalah { -1 }
Contoh-2
Tentukan
himpunan penyelesaian dari 3x – 2 = x + 2 dengan x adalah peubah
bilangan
bulat !
Penyelesaian:
RUAS KIRI RUAS
KANAN
3x - 2 = x + 2
à PLSV
Dengan menggunakan model kartu diperoleh;
RUAS KIRI RUAS
KANAN
Tambahkan
kedua ruas dengan positif 2
RUAS KIRI RUAS
KANAN
3x -2 + 2 = x + 2 + 2
RUAS KIRI RUAS KANAN
3x = x
+ 4
Tambahkan
kedua ruas dengan -x
RUAS KIRI RUAS KANAN
3x + (-x) = x + (-x) + 4
RUAS KIRI RUAS KANAN
2x = 4
ATAU
RUAS KIRI RUAS
KANAN
=
Jadi himpunan penyelesaiannya dari 3x – 2 = x + 2 adalah x = {2}
Contoh-3
Tentukanlah himpunan penyelesaian dari 2
x + 3 = 3x - 1, xbilangan bulat !
Penyelesaian:
Persamaan
RUAS KIRI RUAS KANAN
2x + 3 = 3x – 1
Tambahkan kedua ruas dengan 1
RUAS KIRI RUAS KANAN
RUAS KIRI RUAS
KANAN
2x + 4 = 3x
kedua
ruas ditambahkan dengan -2x
RUAS KIRI RUAS
KANAN
2x+ (-2x) + 4 = 3x + (-2x)
RUAS KIRI RUAS
KANAN
4
Jadi himpunan penyelesaian dari 2x + 3 = 3x - 1 adalah x ={ 4}
Pada Tabel 2.1 terlihat hasil belajar salah satu
kelas 7 siswa SMP YPS Singkole untuk tiga ranah penilaian yakni kognitif,
afektif, dan psikomotorik pada kompetensi dasar menyelesaikan persamaan linear
satu variabel setelah siswa mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan
model kartu.
Tabel 2.1
Hasil Belajar siswa kelas 7.C
No.
|
Nama Siswa
|
Hasil Belajar
|
Kognitif
|
Afektif
|
Psikomotorik
|
1.
|
Adel Sintia Ma'tan Patangke
|
7.50
|
8.50
|
8
|
2.
|
Alfira Putri Rengganis
|
8.00
|
9.00
|
8.5
|
3.
|
Anastasya Paranta'
|
8.00
|
8.50
|
8
|
4.
|
Andrew Jeremiah Rantemangiling
|
7.50
|
8.50
|
9
|
5.
|
Elya Ketlinda Damanik
|
7.50
|
9.00
|
8.5
|
6.
|
Fardiyansyah Yahya
|
10.00
|
9.00
|
8.5
|
7.
|
Fenny Indah Novelia
|
7.50
|
8.00
|
8.5
|
8.
|
Gabriella Elsye July Rorie
|
10.00
|
9.00
|
9
|
9.
|
Gea Giona Masiku
|
8.00
|
9.00
|
9.5
|
10.
|
Habib Kemal Kabalmay
|
8.00
|
9.00
|
9
|
11.
|
Haniel Kristofer Imanualdi
|
7.50
|
9.00
|
9
|
12.
|
I Nyoman Agung Risky Natha Bhuwana
|
7.50
|
8.00
|
8
|
13.
|
Immanuel Rein Hard Lule
|
8.00
|
8.50
|
9
|
14.
|
Irend Tricella
|
10.00
|
8.50
|
8
|
15.
|
Jean Ully Dameria Gultom
|
8.00
|
8.50
|
9
|
16.
|
Jones Andre Tandi Rapa'
|
8.00
|
8.50
|
9
|
17.
|
Jose Alfares Rempe'
|
9.00
|
9.00
|
9
|
18.
|
M. Arman
|
7.00
|
9.00
|
8.5
|
19.
|
Moh. Althur Said Siddiq
|
7.50
|
8.50
|
8.5
|
20.
|
Natasya Karuna Dewi
|
7.00
|
8.00
|
8
|
21.
|
Nathalia Grace Pricilia
|
8.00
|
8.00
|
9.5
|
22.
|
Oszab Wandana
|
5.00
|
7.50
|
7.5
|
23.
|
Rafela Gabriela Pangemanan
|
8.00
|
9.00
|
8
|
24.
|
Raihan Azhar Lapandu
|
6.00
|
8.50
|
9.5
|
25.
|
Rivaldo Yizreel Suleman
|
7.50
|
8.00
|
9
|
26.
|
Rully Andika
|
8.50
|
9.50
|
9.5
|
27.
|
Ummi Kalsum
|
7.50
|
9.00
|
9.5
|
d. Pelaksanaan Pembelajaran dengan Menggunakan Model Kartu
Sebelum melakukan proses pembelajaran
penulis harus memperhatikan hal-hal berikut.
a. Apersepsi yang diberikan harus nampak
keterkaitannya antara materi yang
diajarkan dengan pengetahuan awal siswa
b. Pemberian motivasi seoptimal mungkin
dilakukan dengan menginformasikan pentingnya mempelajari materi ini dan
manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari
c. Mengupayakan interaksi yang terjadi dalam
kelompok belajar adalah multi arah agar menghindari proses pembelajaran dalam
kelompok tidak didominasi oleh siswa tertentu saja
d. Mengoptimalkan metode kerja kelompok yang
digunakan dalam pembelajaran
e. Pemberian bantuan (Scafolding) berupa bimbingan dan arahan dari guru
harus merata untuk semua kelompok kerja siswa
f. Memberikan kesempatan ke siswa untuk
bertanya
g. Menyiapkan dan menggunaan alat bantu
seoptimal mungkin dan lain sebagainya
Proses pelaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan model kartu dapat dilihat
dari salah satu format RPP yang dikembangkan penulis sendiri, yakni sebagai
berikut.
RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP)
Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : VII/pertama
Tahun Pelajaran : 2013-2014
Waktu :
3 x 40 menit
Standar Kompetensi
- Memahami
bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linear satu variable
Kompetensi Dasar
- Menyelesaikan persamaan linear satu
variabel
Indikator
- Menentukan
persamaan yang ekuivalen dari suatu persamaan
- Menggunakan
sifat-sifat dalam menyelesaikan persamaan linear satu variable
- Menggunakan model kartu dalam
menyelesaikan persamaan linear satu variable
Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran
diharapkan peserta didik dapat :
- Menggunakan
model kartu untuk menentukan penyelesaian dari persamaan linear satu
variable dengan benar
Materi Pembelajaran :
Persamaan Linear Satu Variabel
Model Pembelajaran :
Cooperatif Learning tipe STAD
Pendekatan Pembelajaran : Realistic Mathematics Education (RME)
Metode Pembelajaran : Demonstrasi, drill, games, dan
diskusi kelompok
Langkah-Langkah Pembelajaran
- Pendahuluan
Fase I
Kegiatan
Guru
|
Kegiatan
Siswa
|
-
Mengabsen
-
Memberikan
motivasi dengan menjelaskan pentingnya materi ini untuk memahami materi
selanjutnya dan manfaatnya dalam membantu mempermudah menyelesaikan
perhitungan dalam kehidupan sehari-hari
-
Menyampaikan
dan mengecek pengetahuan prasyarat
-
Menyampaikan
tujuan pembelajaran serta model penilaan yang dilakukan
|
-
Mempersiapkan diri untuk belajar
-
Salam pembuka dengan mengucapkan 4 nilai Utama YPS
dan kebijakan mutu YPS
-
Menyiapkan perlengkapan belajar yang diperlukan
-
Menyimak
informasi guru tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan,
tujuan pembelajaran, dan penilaian yang dilakukan guru
|
- Kegiatan Inti
Fase II
Kegiatan
Guru
|
Kegiatan
Siswa
|
-
Menyajikan
informasi terkait dengan persamaan
linear satu variabel
-
Memberikan beberapa contoh cara menyelesaikan persamaan linear satu
variabel dengan menggunakan
model kartu (memberikan
scaffolding)
-
Memberi kesempatan siswa bertanya
|
-
Menyimak penjelasan guru terkait dengan persamaan
linear satu variable dan cara menyelesaikannya dengan menggunakan model kartu
-
Menanyakan hal-hal yang masih kurang dipahami dari
penjelasan guru
|
Fase III
Kegiatan
Guru
|
Kegiatan
Siswa
|
-
Membagi
siswa menjadi beberapa kelompok (4 orang per kelompok) berdasarkan beberapa
kriteria misalnya kemampuan kognitif, jenis kelamin, agama, dan sebagainya, kemudian membagikan model-model kartu
kepada kelompok yang lupa membawa model kartu atau yang kurang jumlah model
kartunya
|
-
Membagi diri dalam kelompok berdasarkan kriteria
kelompok yang dimaksud
-
Menyiapkan model kartu yang dibawa dari rumah
masing-masing
|
Fase IV
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
-
Meminta siswa secara berkelompok untuk menyelesaikan
soal-soal latihan berbagai bentuk persamaan linear satu variable dengan
menggunakan model kartu
-
Mengarahkan setiap kelompok untuk mendiskusikan penyelesaian dari tugas
yang diberikan
-
Meminta anggota kelompok yang tahu untuk menjelaskan
cara menyelesaikan PLSV dengan model kartu keteman kelompoknya
-
Membimbing kelompok yang mengalami kesulitan
(memberikan scaffolding)
-
Pada saat diskusi berlangsung guru menanyakan ke
setiap kelompok tentang hal-hal berikut :
(a) Bolehkah menambah kedua ruas dengan
sesuatu yang sama ?
(b) Bolehkah mengurangi kedua ruas dengan
sesuatu yang sama ?
(c) Bolehkah mengelompokkan kedua ruas
menjadi beberapa kelompok yang sama ?
-
Guru
mengamati proses diskusi
|
-
Secara aktif siswa mendiskusikan cara menyelesaikan
PLSV dengan menggunakan model kartu dalam kelompoknya
-
Siswa yang tahu dalam setiap kelompok membantu
menjelaskan keteman kelompoknya cara menyelesaikan PLSV dengan menggunakan
model kartu
-
Meminta bantuan ke guru bila belum paham menggunakan
model kartu dalam menyelesaikan PLSV
|
Fase V
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
-
Meminta perwakilan setiap kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, kelompok yang lain mengamati dan
menanggapi
-
Guru memberikan tugas mandiri tentang menyelesaikan
PLSVdengan model kartu
-
Guru memastikan pada saat siswa mengerjakan tugas
tidak ada yang saling membantu
-
Mengevaluasi hasil tugas mandiri siswa
|
-
Mempresentasikan hasil kerja kelompok
-
Menyimak penjelasan hasil kerja kelompok lain dan
menanggapinya
-
Menyelesaikan tugas mandiri dari guru
-
Mengkroscek hasil tugas mandiri dan menanyakan letak kesalahan
yang dilakukan (bila ada)
|
Fase VI
Penutup
Kegiatan Guru
|
Kegiatan Siswa
|
-
Mengarahkan siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran
-
Feedback (memberikan masukan) terhadap proses
pembelajaran dan aktivitas siswa
-
Memberikan reward bagi siswa atau kelompok yang
berprestasi
-
Menyampaikan kegiatan pembelajaran berikutnya
|
-
Menyimpulkan materi pelajaran misalnya
langkah-langkah dalam menyelesaikan PLSV
-
Menyampaikan kesan dan penilaiannya terhadap kegiatan
yang dilakukan
-
Salam penutup dan berdoa
|
e. Desain
Pembelajaran dengan Menggunakan Media Model Kartu
Berikut gambar 2.1 tentang alur/desain pembelajaran model kooperatif
learning dengan menggunakan model kartu.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar 2.1 Desain Pembelajaran
|
|